Floodstruck in the City

Upasama
9 min readMar 25, 2021

Kapook knows she’s not supposed to fall for his charm. Yet, she does, in the middle of the night, when the flood literally hit the city.

Credits: GMMTV

Jakarta, Februari 2020

Jakarta tenggelam oleh air bah malam itu — lebih tepatnya Jakarta Selatan. Terima kasih kepada hunian yang terlalu padat, ruko-ruko, dan mall yang makin tahun makin bermunculan babat habis seluruh area resapan air.

Beruntung bagi Kapook karena ia tinggal di apartemen. Beruntung pula genset kompleks apartemennya belum tersentuh oleh air (sejauh ini).

Tentu saja Kapook tidak sepenuhnya tenang. Di luar, hujan masih ganas-ganasnya. Tak hanya volume curahnya yang membuat hujan kali ini begitu ganas, angin yang kuat juga mengiringi. Saking kuatnya, deru angin sampai sanggup menggeser pintu kaca dekat balkon seolah menuntut masuk dan menumpang membasahi ruang.

Ia takut. Takut pintu kacanya ambruk. Takut air merembes dan menjalar ke elektronik-elektronik di rumahnya. Takut tiba-tiba mati lampu.

Meskipun pintu sudah ditutup rapat-rapat dan berlapis-lapis keset sudah diletakkan di muka pintu. Tetap saja ia takut.

Ia meringkuk di atas sofa ruang tengah kediamannya dengan segelas cokelat hangat yang sudah ditambah dengan bersendok-sendok gula dan krimer untuk menenangkan cemasnya.

Alih-alih merasa lebih tenang oleh minuman hangat tersebut, perut Kapook malah melilit. Lupa dia bahwa dirinya kurang toleran terhadap produk susu termasuk krimer. Sakit perut lah ia dibuatnya.

TING NONG

Di saat kaki tengah melangkah panjang-panjang menuju kamar mandi, bel di depan pintu utama apartemennya berbunyi.

“Duh… entar aja deh,” gerutu Kapook pada dirinya sendiri.

Nampaknya orang yang berada di balik pintu begitu tak sabar, bunyi bel pintu malah jadi semakin berentet dan tak henti-henti. Dilema besar pun melanda dirinya: menjawab pintu atau menjawab panggilan alam.

“Ish- Bentar, bentar!”

Akhirnya Kapook memilih untuk mengindahkan panggilan alam. Sambil terbirit dengan tangan kiri mengepal menahan mules yang makin kuat, Kapook membuka pintu utama rumahnya.

“Hehehe Hey, Kapook.”

Kedua mulutnya menganga. Di hadapannya berdiri Pluem, teman kerja sekaligus orang yang ia taksir berat yang dengan sengaja menghindarinya selama sebulan belakangan ini. Mengenakan baju kemeja putih yang basah kuyup, serta celana chinos yang…. basah kuyup pula, ia menyunggingkan senyum 1000 watt khas miliknya.

“Anjir…. Ngapain kamu di sini?”

Sudah mules, terkejut pula. Untung Kapook masih punya kuasa untuk menahan perut yang melilit.

“Aku numpang mandi, ya?”

Kapook masih mengerjapkan matanya kaget. Mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu, namun tertutup lagi karena sesungguhnya tak tahu mau berkata apa. Untung perutnya kembali bergejolak, mengingatkan Kapook akan urusan lebih penting yang harus diutamakan.

“…………..Bentar aku eek dulu.”

Dengan Langkah kecil-kecil, Kapook berlari ke kamar mandi, meninggalkan Pluem yang masih basah kuyup di muka pintu.

“Udah selesai BAB-nya?”

Kapook kembali terperangah melihat Pluem yang masih setia berdiri di muka pintu. Naif betul dirinya mengira bahwa sang pria akan sirna dari hadapannya begitu saja.

“Udah. Hehe.”

Satu dua Langkah ia ambil menghampiri Pluem, seiring itu pula degup jantungnya makin kencang. Kombinasi malu karena situasi aneh ini serta gugup karena sudah lama sejak terakhir kali sedekat ini secara fisik dengan sang pria membuat Kapook ingin kabur ke ujung dunia, tetapi bagaimana dia bisa benar-benar kabur ketika senyuman dari Pluem begitu membutakan mata dan melemahkan tungkai-tungkai kaki?

“Silly goose.”

Satu tepuk di puncak kepala cukup bisa hancur leburkan seluruh siasat mendorong jauh sang lelaki. Dengan santainya, oknum yang meresahkan jiwa tersebut melenggang masuk, bertingkah seolah hafal betul dengan denah rumah ini.

“Aku mandi, ya? Handuk bersih ada di dalam kayak biasa kan?”

Kapook terduduk di sandaran tangan pada sofa sambil mengangguk dengan tatapan kosong.

Tuhan Yesus, Dewa Wisnu, Allah, Yahweh — Tuhan apapun yang sedang tidak sibuk dan mau mendengar hamba tak berdaya ini: Tolong.

Kapook bertemu dengan Pluem sekitar satu tahun lalu. Saat itu, tempatnya bekerja membutuhkan tim task force terdiri atas lima orang untuk mengurusi perluasan cabang baru di Medan. Kapook ditarik sebagai perwakilan PR, sedang Pluem membawahi urusan finance. Selama kurang lebih tiga bulan, mereka berlima tinggal bersama menjalani pahit manisnya menjadi pionir (dan budak) perusahaan di tanah Sumatera ini.

Selama tiga bulan pula Kapook jatuh sejatuh-jatuhnya pada pesona sang teruna. Kapook adalah perempuan satu-satunya dari tim tersebut, meski begitu hanya Pluem yang memandang dan menyikapinya seperti perempuan.

(Maklum, Gunsmile, Mike, dan Foei adalah teman dekat Kapook sejak jaman internship. Mereka begitu dekat sampai-sampai Kapook dinobatkan sebagai lelaki tidak berbiji saking sudah dianggap seperti sohib sesama pria)

Hanya Pluem yang tak menertawakan atau meledek ketika mood Kapook tengah hancur akibat keram perut saat tamu bulanan bertandang. Hanya Pluem juga yang berani pasang badan ketika Kapook dilabrak habis-habisan di jalan karena tak sengaja menyerempet mobil saat parkir. Hanya Pluem pula yang rela menemani brainstorming soal strategi PR bersamanya sampai subuh-subuh di saat yang lain sudah tewas di atas kasur. Hanya Pluem, hanya dirinya seorang.

Hubungan mereka berlanjut sampai proyek. Semua orang kembali ke Jakarta dengan kesibukannya masing-masing. Pluem yang dahulu sama sekali tidak dikenal oleh satu tim PR kini sering terlihat wujudnya di sekitar ruang kerja Kapook. Kadang ia bisa ditemukan di pantry menyeduh kopi, atau di mesin fotokopi, atau bahkan menghampiri Kapook di mejanya langsung — mengajaknya makan pagi, makan siang, makan malam, atau sekedar jajan.

Alasannya ada sejuta. Entah karena pantry lantai 12 lebih nyaman dari lantai 13, karena mesin fotokopi di atas rusak, atau alasan konyol seperti ingin jalan-jalan karena pantal pegal usai duduk seharian.

Kapook yang awalnya menahan diri untuk tidak terlalu besar kepala semakin geram dan gemas sendiri kepada Pluem (dan dirinya sendiri).

Bagaimana caranya ia bisa mengatur perasaannya kalau yang membuat jantungnya hampir copot selalu muncul di waktu yang tak terduga?

Puncak kebingungannya pun meletus di malam tahun baru. Ketika seluruh orang kantor ramai-ramai menghitung mundur bergantinya tahun setelah bersimbah darah mengurusi perihal tutup buku dan annual report, di balik pintu tangga darurat menuju rooftop, kedua bilah bibir mereka berdua bertemu. Hati Kapook mengembang dan meletus bersama letupan-letupan kembang api yang terdengar dari balik pintu.

Keesokan Seninnya, Kapook tak lagi menemukan Pluem berkeliaran di lantai 12. Sejak itu pula, Ia tak pernah lagi berbicara dengan Pluem.

“Sabun kamu wangi apa sih?”

Benak Kapook yang tadi sudah berkelana jauh kembali tertarik ke kenyataan. Kedua tangannya refleks mengepal ketika melihat Pluem dengan santainya keluar kamar mandi hanya dengan handuk mengelilingi pinggang.

“Shea butter. Kenapa?”

“Bau nenek-nenek.”

Kapook langsung terpingkal.

“Numpang mandi aja banyak komentar,” tukasnya sambil menatap Pluem dengan tatapan sengit.

Tawa singkatnya meredup menjadi senyum. Ketika pandangannya ia alihkan ke luar pintu kaca apartemennya, senyumnya kini melebur bersama hening di antara mereka yang terasa canggung.

“Kamu — ”

“Hey — ”

Keduanya tersenyum kikuk.

“Kamu dulu — ”

“Kamu dulu — ”

Keduanya kini tertawa. Sejenak, Kapook melirik ke arah Pluem, menatap kedua mata Pluem yang semakin cerah ketika empunya tertawa.

“Kamu duluan,” ucap Kapook sambil berdehem pelan.

Yang dipersilahkan bicara terdiam. Sekilas ia membuka mulut, namun langsung dikatupkan lagi. Air dari rambutnya yang basah menetes ke atas punggung tangan Kapook.

“Ah, aku pake baju dulu, deh.”

“Ada baju yang pas gak?”

Kapook menunduk menatap punggung tangannya yang terkena tetesan tersebut sebelum kembali menatap sang Adam yang menunggu jawaban dari dirinya.

Sambil tersenyum tipis, Kapook berucap, “Ada, kok. Baju si Gugun. Dari jaman di Medan gak diambil-ambil sama dia.”

“Ini baju udah layak jadi lap bener ya.”

Pluem kembali keluar dari kamar mandi sambil mengangkat tangan kirinya, langsung terpampang robek sebesar koin lima ratus perak pas di bagian ketiak.

Kapook tergelak.

“Tau si Gugun. Aku mau buang, dia larang. Katanya baju keramat, kalo dia inget dia mau ambil. Tapi udah hampir setahun gak disebut-sebut lagi tuh baju sama dia.”

Pluem ikut tertawa sambil ikut bergabung untuk duduk di meja makan. Hening nan canggung yang menyergap mereka sebelumnya kembali datang lagi.

“Uhm..”

Kapook menggigiti ujung kuku ibu jarinya sambil menawarkan senyum canggung pada Pluem. Yang ditawarkan senyum juga balas tersenyum tipis sembari menarik tangan Kapook menjauhi bibir.

‘Brengseeek’ rutuk Kapook dalam hati sambil menarik tangannya dari genggaman tangan Pluem.

“Tadi kamu katanya mau bilang sesuatu.”

“Iya. Uh..”

Kedua mata Kapook mengikuti gerak-gerik tubuh Pluem. Mulai dari mengusap tengkuk, menggaruk kepala, dan menyilang di depan dada — kedua lengan Pluem tak bisa diam, namun tak jua ia melanjutkan ucapan.

“Kenapa, Pluem?”

Pluem menghela nafas panjang. Dengan kedua bahu yang turun, ia menatap Kapook tepat di mata.

“I’m sorry.”

“What for?” tanya Kapook dengan alis bertaut.

“for being such a coward this past month, Kapook.”

Kombinasi seluruh perasaan yang selama ini ia sudah tahan-tahan kembali membumbung ke pangkal tenggorokkan, menyebabkan diri tercekat. Kapook menatap Pluem tepat di mata dengan begitu nanar.

“Hah?”

Kini mereka duduk di ruang tengah. Di atas sofa, dengan kedua kaki bersila, mereka berhadapan. Pluem menjulurkan tangannya untuk meraih tangan Kapook yang dari tadi masih bergeming.

“I-I don’t understand.”

Bulir air mata bergulir bersama dengan ucapnya yang begitu lirih. Ia pejamkan kedua mata erat ketika ibu jari sang adam menyeka pipi. Bukannya makin mereda, Kapook malah semakin sesak. Kedua matanya kabur tak jelas karena air mata yang makin deras keluar.

Ia palingkan muka sambil menangkup wajah dengan kedua telapak.

“A-aku gak ngerti maksud kamu apa.”

Pecah Kapook di sela-sela tangis.

“That night you kissed me, then you suddenly disappear.”

Kapook terbatuk karena tersedak saat sesenggukan. Refleks, Pluem mengulurkan tangannya, namun Kapook langsung menepisnya.

“Mau kamu apa sih? Mau mainin perasaan aku? Mau bikin aku keliatan murahan mau aja kamu deket-deketin?”

“Aku….”

“Kenapa, Pluem? Sekarang juga kamu ke sini tiba-tiba dateng bikin aku bingung buat apa?”

“AkukirakamusamaGunsmile.”

Kapook terdiam. Sontak air matanya yang tadi deras mengalir tiba-tiba terhenti.

“Hah? Gimana gimana?

Pluem menghela nafasnya. Pandangannya kosong menatap dinding, kedua daun telinganya kini berona merah jambu,

“Aku kira…. Gunsmile pacar kamu.”

Kapook yang tadi hatinya terasa seperti hancur diremat Pluem malah semakin bengong. Perlahan, pedih yang ia rasa berganti menjadi rasa geli yang harus ia tahan.

“Gunnsmile adek sepupu aku……………..”

“…………Stupid me just figured that out today.”

Kapook menutup wajahnya untuk menutupi dirinya yang tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, raut wajah Pluem yang tadi jelas terlihat merasa bersalah kini semakin merah padam karena berubah jadi malu.

“To be fair, kalian selalu bareng, bahkan lebih deket daripada sama Mike dan Foie. Foie punya istri jadi aku tau dia sama kamu temenan aja. I know for sure Mike is seeing someone ’cause he /always/ tells me about every details of his love life. Sedangkan Gunsmile — sama kamu terus kemana-mana! Kamu, Mike, sama Foie temen sekolah, so I would naturally assume Gunsmile juga. AND YOU CALL HIM GUGUN! Eh — udah dong ketawanya ah — ”

“Ahahahahahahah why do I fall for a dumbass like you sih ah faak!”

Dengan kedua tangannya, Pluem menggoncangkan tubuh Kapook yang masih tertawa kegelian. Semakin kesetanan tawanya, semakin kuat pula guncangan dari sang adam. Baru ketika Kapook terbatuk karena terlalu lama tertawa ia berhenti.

“Jadi kamu selama ini kira aku pacar Gunsmile?”

“Iya.”

“Jadi kamu selama ini flirty sama aku meskipun ngira aku pacar orang?”

“….Iya.”

“Jadi kamu cium aku waktu NYE karena apa?”

Bulat sempurna adalah kedua mata Pluem saat dilontarkan pertanyaan tersebut.

“That I can explain.”

Pluem berdeham, menegakkan punggung sambil mengambil kedua tangan Kapook.

“NYE di rooftop kemarin kan kondisinya semua orang abis ngelarin deadline yang udah hampir bikin satu kantor pengen lompat dari Gedung berjamaah.”

“Mmhm..”

“Aku juga udah cuapek banget dan sebetulnya mau cabut aja.”

“Okay…. Terus?”

“But then I saw you walking up the stairs, alone. Aku masih inget kamu pake kemeja biru, rok selutut hitam. Rambut kamu digelung dan dijepit gitu.”

Pluem terdiam sejenak sambil mengulum senyum, memanaskan kedua pipi Kapook.

“Terus aku panggil kamu, then you turn around. You look dead tired but I swear to God you look fucking gorgeous. The way your hair falls to your face and how you look like a goddess even in a dim light — I just had to kiss you right there right then.”

Kalau Kapook harus sebut satu orang yang mahir membolak-balikkan perasaannya, dengan mantap ia akan memilih pria yang berada di hadapannya. Belum genap setengah jam yang lalu Kapook sudah siap jatuh bebas ke palung patah hati, kini dia sudah langsung terangkat oleh cinta yang berjuta-juta rasa.

“I fucking hate you, Pluem Purim.”

“I know. I love you, too.”

“Diem, anjing.”

“Bentar satu lagi misteri yang belum terpecahkan. Kenapa kamu basah kuyup ke sini?”

“Jadi…..Tadi aku ke Indomaret depan apartemen kamu. Terus ketemu Gunnsmile. Then I told him: eh mau ngapelin Kapook nih ye.”

“……..”

“Anyways, di saat itu aku merasa seperti manusia tolol sedunia.”

“……”

“Aku langsung lari ke sini hujan-hujanan buat nemuin kamu… and here I am now!”

“……Udah yuk tidur aja yuk?”

“:D”

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Upasama
Upasama

Written by Upasama

Ini adalah tempat di mana aku menumpahkan segala hal yang tergantung & bercokol lama di benak. Jangan kaget jika jumpa dengan satu sisi dari banyak sisiku.

No responses yet

Write a response